SUDUT PANDANG
“PENUMPANG”
Hidup
selalu disandingkan dengan dua pilihan. Di antara kedua pilihan tersebut pasti
ada sisi baik dan sisi tak baik. Dari dua pilihan itu tentulah pilihan baik
yang dipilih. Jika sudah memilih yang baik, akan muncul pilihan yang baik dan
yang terbaik. Tentu pilihan terbaiklah yang akan dipilih, bahkan mungkin dengan
banyak pertimbangan yang baik. Begitupun dalam menentukan jenis angkutan apa yang akan dipilih. Tentulah penumpang akan memilih yang terbaik dalam berbagai segi.
Sebagai
seorang penumpang angkutan, tentulah banyak pertimbangan sebelum akhirnya lebih
memilih untuk menggunakan angkutan online ketimbang angkutan konvensional. Bagaimana tidak? Bagi seorang penumpang,
keberadaan angkutan online sangat membantu dalam berbagai hal. Melalui angkutan
berbasis online, para penumpang tidak perlu repot berjalan kaki menuju
pangkalan, angkutan online akan menjemput dan mengantar penumpang sampai di
depan pintu rumah. Tidak hanya itu, tingkat kenyamanan pun sangat berbanding
terbalik antara keduanya. Angkutan berbasis online memberikan kenyamanan yang
lebih bagi penumpangnya. Misalnya angkutan online roda empat, penumpang akan
merasakan kenyamanan dengan adanya AC dan tempat duduk yang tentunya lebih
nyaman dan tenang. Selain itu, misalnya angkutan online roda dua pun memberikan
kenyamanan dengan selalu menyediakan helm bagi penumpang. Terlebih lagi, tarif yang
sangat terjangkau bahkan bisa dikatakan murah membuat para penumpang beralih
dari angkutan konvensional ke angkutan online.
Namun sayangnya, sejak munculnya
angkutan online, bersama itu pula muncul polemik keberadaan angkutan online
tersebut. Keberadaan angkutan online dinilai sebagai penyebab berkurangnya para
penumpang angkutan konvensional. Bahkan ada yang mengatakan bahwa keberadaan
angkutan online telah merebut rejeki para sopir angkutan konvensional (padahal
sebenarnya rejeki itu sudah ada takdirnya masing-masing). Selain itu, para
sopir angkutan konvensional terus menguak ketentuan-ketentuan pengadaan
angkutan. Hal itu bertujuan untuk menunjukkan bahwa angkutan online tidak
memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai angkutan. Salah satunya adalah munculnya
Peraturan Menteri yang sering disebut-sebut oleh para sopir angkutan
konvensional.
Peraturan Menteri ini ditetapkan pada 28
Maret itu mulai berlaku penuh per 1 September 2016. Permenhub Nomor 32/2016 ini
antara lain mengatur tentang angkutan orang taksi, pariwisata, serta angkutan
orang dengan tujuan tertentu, seperti carter, sewa, dan antar jemput. Cakupan
lainnya adalah angkutan berbasis mobil penumpang umum yang dioperasikan di
jalan lokal dan lingkungan.
Dengan kata lain, sopir angkutan
konvensional menyebutkan bahwa keberadaan angkutan online tidaklah resmi karena
tidak termasuk ke dalam peraturan menteri di atas. tidak hanya itu, masih
banyak peraturan-peraturan yang menurut sopir angkutan konvensional telah
dilanggar oleh sopir angkutan online.
Jika dikaji lebih dalam, polemik ini
terjadi karena perbedaan pandangan antara kedua belah pihak. Sopir angkutan
konvesional merasa dirugikan oleh angkutan online karena penghasilannya
berkurang. Kerugian itu dirasakan pula karena angkutan konvensional yang
tercatat memiliki plat kuning tentulah harus membayar pajak, sedangkan angkutan
online yang menggunakan plat hitam yang tak membayar pajak. Hal demikianlah
yang memicu munculnya kontrofersi antara angkutan konvensional dan angkutan
online.
Mengapa hal ini
bisa terjadi?
Salah
satu penyebab munculnya polemik ini adalah perubahan sosial atau yang sering
disebut dengan modernisasi. Salah seorang ahli Sosiologi, Peter Barger menyebutkan
salah satu ciri modernisasi adalah berkembangnya pilihan individu. Pada
permasalahan ini, pilihan individu mulai berkembang. Dengan adanya angkutan
online semakin menambah pilihan angkutan. Tentu saja, masyarakat lebih memilih
angkutan yang lebih nyaman, mudah, dan murah.
Bagaimana cara
mengatasi masalah ini?
Demo
bukanlah sebuah solusi. Demo justru akan memicu tindak kriminalitas dan
merugikan masyarakat lain yang mungkin tidak ada keterkaitan dengan masalah
yang sedang dialami. Cara mengatasi masalah adalah dengan mencari akar
permasalahannya. Pertama, pemerintah sebaiknya mengeluarkan peraturan yang
tidak memihak dan bisa menjadi kesepakatan bersama. Selain itu, cara yang kedua
bisa dilakukan dengan legalisasi angkutan online menjadi angkutan resmi dan
selanjutnya para sopir angkutan konvensional beralih ke angkutan online.
Mengapa harus sopir konvensional yang beralih? Karena kanyamana yang ditawarkan
angkutan online lebih menarik penumpang untuk berlangganan. Sopir angkutan konvensional
harus melek teknologi supaya bisa mengoperasikan aplikasi angkutan online. Jika
pun dirasa tak mampu mengoperasionalkan gadget maka bertahankan dengan angkutan
konvesional, mungkin saja penumpang yang tidak melek teknologi juga lebih
memilih menggunakan angkutan konvensional ketimbang harus ribet otak atik gadget
untuk memesan angkutan online. Hal yang tak kalah penting, percayalah bahwa
rejeki sudah di atur Allah SWT. Tugas manusia hanya berusaha, berdoa, dan
berserah diri kepada-Nya.