BAB I
PENDAHULUAN
RAGAM BAHASA
CIREBON
1.1 Latar
belakang
Variasi atau ragam bahasa merupakan
pokok studi sosiolinguistik. Sosiolinguistik adalah pengembangan subbidang
linguistik yang memfokuskan penelitian pada variasi ujaran, serta mengkajinya
dalam suatu konteks sosial, sosiolinguistik meneliti korelasi antara
faktor-faktor sosial itu dengan variasi bahasa (Nancy Parrot Hickerson dalam
Chaer dan Agustina 1995:5). Terjadinya kevariasian bahasa ini bukan hanya
disebabkan oleh penuturnya, tetapi karena kegiatan interaksi sosial yang mereka
lakukan sangat beragam. Adanya fenomena
pemakaian variasi bahasa dalam masyarakat tutur dikontrol oleh faktor-faktor
sosial, budaya, situasional. Variasi bahasa dari segi pemakaian yang paling tampak
cirinya adalah dalam hal kosakata. Bahasa dalam kehidupan manusia berfungsi
sebagai alat komunikasi sehingga dalam kehidupan ini manusia tidak akan pernah
lepas dari bahasa. Dengan bahasa manusia dapat bertukar
pikiran, menyampaikan gagasan, perasaan, dan berinteraksi dengan sesama
manusia. Dengan demikian, fungsi bahasa yang paling mendasar ialah fungsi
komunikasi, yaitu sebagai alat pergaulan dan perhubungan sesama manusia.
Keberagaman
bahasa dalam masyarakat Dwibahasa atau multibahasa seperti pada masyarakat Cirebon
khususnya daerah yang secara geografis letak berada diperbatasan antara Jawa Tengah dengan Jawa Barat, selain dari segi
bahasa yang terjadi variasi, dari segi budayapun pada daerah ini sudah
tercampur dengan bahasa Sunda. Variasi ini dapat memunculkan adanya kontak
bahasa atau kontak dialek dalam masyarakat tuturnya. Alasan memilih tema
mengenai variasi bahasa pada masyarakat perbatasan antara Jawa Barat dengan
Jawa Tengah, disebabkan karena hal ini sangat menarik untuk untuk dikaji.
Penelitian ini sangat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan, baik
secara teoritis maupun praktis.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun perumusan
masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
- Apa pengertian ragam bahasa?
- Apa saja ragam bahasa yang digunakan dalam masyarakat Cirebon?
- Bagaimana variasi bahasa dalam masyarkat Cirebon?
1.3 Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui tentang ragam bahasa
Indonesia dan macam-macam ragam bahasa Indonesia ditinjau dari media atau
sarana yang akan menghasilkan bahasa. Dan memenuhi tugas bahasa Indonesia.
1.4 Manfaat
Manfaat dibuat makalah ini adalah:
1. Manfaat teroritis
Secara teoritis dapat menambah
pengetahuan serta wawasan dalam bidang ragam bahasa khususnya mengenai variasi
bahasa yang terjadi pada masyarakat multilingual.
2. Manfaat praktis
Secara praktis diharapkan dapat
bermanfaat sebagai acuan menganalisis variasi bahasa bagi mahasiswa dan
bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan tentang variasi bahasa bagi
masyarakat. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan
pengetahuan kepada masyarakat lain pada umumnya tentang variasi bahasa
dimasyarakat multilingual/multibahasa.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan
Pustaka
Penelitian tentang variasi bahasa
sebelumnya pernah dilakukan oleh Ambar Pujiyatno (2008) dalam jurnalnya yang
berjudul “Variasi Dialek Bahasa di Kabupaten Kebumen (Kajian
Sosiodialektologi). Jurnal tersebut membahas mengenai variasi bahasa yang
terjadi pada masyarakat Kebumen yang notabene secara geografis berada diantara
dua karsidenan yaitu Karsidena Banyumas dan Karsidenan Kedu. Tepatnya sebelah
barat berbatasan dengan Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Banyumas, sebelah timur
adalah Wonosobo dan Purworejo, sebelah utara Kabupaten Banjarnegara dan selatan
Samudera Hindia. Bahasa ibu masyarakat Kabupaten Kebumen adalah
bahasa Jawa. Bahasa Jawa dikabupaten Kebumen memiliki perbedaan dengan bahasa
Jawa baku, bahkan antara wilayah yang sau dengan lainnya memiliki perbedaan
variasi dialek yang disebabkan oleh faktor geografis dan factor sosial. Hal ini
disebabkan oleh letak geografis yang berada diantara Bahasa Jawa Bandek dan
Ngapak.
Penelitian tentang variasi bahasa
juga pernah diteliti oleh Hari Bakti Murdikantoro (2007) dalam jurnalnya yang
berjudul “Pergeseran Bahasa Jawa Dalam Ranah Keluarga Pada Masyarakat
Multibahasa Diwilayah Kabupaten Brebes.” Dalam jurnal tersebut berisikan
bagaiman variasi bahasa yang terjadi pada masyarakat Kabupaten Brebes khususnya
daerah/wilayah yang dekat dengan Cirebon (Jawa Barat). Dalam wilayah tersebut
bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari juga terdapat variasi antara
bahasa sunda dengan bahasa Jawa. Sedangkan pada daerah yang semakin dekat
dengan Cirebon, bahasa sehari-hari yang digunakannya adalah bahasa sunda bukan
lagi bahasa Jawa.
B. Kajian Teori
1. Sosiolinguistik
Sosiolinguistik ditinjau dari
namanya menyangkut masalah sosiologi dan linguistik. Arti kata sosio
adalah masyarakat, dan linguistik adalah kajian bahasa. Sosiolinguistik
merupakan kajian tentang bahasa yang dikaitkan dengan kondisi kemasyarakatan
(dipelajari oleh ilmu-ilmu sosial khususnya sosiologi). Sosiolinguistik adalah
cabang ilmu linguistik bersifat interdisipliner dengan ilmu sosiologi, dengan
objek penelitian hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor sosial di dalam
suatu masyarakat tutur (Chaer dan Agustina,1995:5). Sosiolinguistik
didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari ciri dan pelbagai variasi bahasa,
serta hubungan di antara para bahasawan dengan ciri fungsi variasi bahasa itu
di dalam suatu masyarakat bahasa (Kridalaksana 1978:94). Menurut Nababan (
1984:2 ) dikatakan bahwa sosiolinguistik mempelajari dan membahas aspek-aspek
kemasyarakatan bahasa, khususnya perbedaan-perbedaan (variasi) yang terdapat
dalam bahasa yang berkaitan dengan faktor-faktor kemasyarakatan (sosial).
Sosiolinguistik adalah kajian
tentang ciri khas variasi bahasa, fungsi-fungsi variasi bahasa, dan pemakai
bahasa karena ketiga unsur ini selalu berinteraksi, berubah dan saling mengubah
satu sama lain dalam satu masyarakat tutur.
2. Ragam
Bahasa atau Variasi Bahasa
Istilah ragam bahasa mempunyai makna
variasi bahasa menurut pemakaian yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan,
hubungan pembicaraan, lawan bicara, dan orang yang dibicarakan ( Nababan,
1984: 14).
Variasi dalam sebuah bahasa dapat
dibedakan menurut penuturnya dan pemakaiannya. Variasi tersebut terbagi
menjadi.
a.
Idiolek yaitu variasi bahasa yang bersifat
perseorangan;
b.
Dialek yaitu variasi bahasa dari
sekelompok penutur yang jumlahya yang relatif yang berbeda pada satu
tempat, wilayah, atau cara tertentu;
c.
Kronolek atau dialek temporal yaitu
variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial pada masa tertentu;
d.
Sosiolek atau dialek sosial yaitu
variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas sosial para
penutur;
e.
Fungsiolek yaitu variaasi bahasa berkenaan
dengan penggunaannya atau fungsinya;
f.
Register yaitu suatu variasi bahasa yang
tidak hanya menurut siapa yang berbicara, tetapi juga menurut situasi.
Istilah ragam bahasa juga sering
disebut dengan istilah variasi bahasa dengan pengertian yang sama. Hanya
istilah variasi bahasa mempunyai pengertian yang netral, sedangkan istilah
ragam bahasa mengacu pada register (Subandi, dkk,2005: 19)
Variasi dari segi pemakaiannya
biasanya dibicarakan berdasarkan bidang penggunaan, gaya, atau tingkat
keformalan, dan sarana penggunaan. Variasi bahasa berdasarkan bidang pemakaian
ini adalah menyangkut bahasa itu digunalan untuk keperluan atau bidang apa.
Misalnya, bidang sastra jurnalistik, militer, pertanian, pelayaran,
perekonomian, perdagangan,pendidikan, dan kegiatan keilmuan. Variasai bahasa
dalam bidang kegiatan ini yang paling tampak cirinya adalah dalam bidang
kosakata. Setiap bidang kegiatan ini biasanya mempunyai sejumlah kosakata
khusus atau tertentu yang tidak digunakan dalam bidang lain. Variasi bahasa
atau ragam bahasa sastra biasanya menekankan penggunaan bahasa dari degi
estetis, sehingga dipilihlah dan digunakanlah kosakata yang secara estetis
memiliki ciri eufoni sastra dan daya ungkap paling tepat.
Variasi bahasa dapaat pula dilihat
dari segi sarana atau jalur yang digunakan. Dalam hal ini dapat disebut adanya
ragam lisan dan ragam tulis,atau juga ragam dalam berbahasa dengan menggunakan
sarana atau alat tertentu, yakni, misalnya, dalam bertelepon dan
bertelegraf.
BAB III
METODE
PENELITIAN
A. Identifikasi
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan
secara kontekstual yaitu terjun langsung pada lokasi penelitian tepatnya pada
masyarakat Cirebon.
2. Sumber Data
Data sebagai bahan penelitian
yaitu bahan jadi yang ada karena pemilihan aneka macam tuturan (bahan mentah).
Data dalam penelitian ini berupa tuturan yang biasa digunakan oleh masyarakat
Cirebon ketika mereka sedang melakukan kegiatan sehari-hari. Variasi bahasa
meliputi tuturan mereka yang menggunakan bahasa Jawa dengan bahasa Sunda,
bahkan tak jarang masyarakat didaerah tersebut kadangkala mencampurkan kedua
bahasa itu menjadi satu ketika dalam kegiatan sehari-hari melakukan tuturan.
Sumber data dalam penelitian ini
adalah tuturan pada masyarakat Cirebon yang mempunyai variasi bahasa baik itu
bahasa Jawa Cirebon, Bahasa Sunda ataupun tuturan yang mencampurkan kedua
bahasa itu.
3. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan
adalah dengan menggunakan metode kualitatif. Istilah penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miller (1986: 9) pada
mulanya bersumber pada pengamatan kualitatif yang dipertentangkan dengan
kuantitatif.Pengamatan kuantitatif melibatkan pengukuran tingkatan suatu ciri
tertentu. Untuk menemukan sesuatu dalam pengamatan, peneliti harus mengetahui apa yang menjadi ciri hal tersebut.
Untuk itu pengamat mulai mencatat atau menghitung (kuantitas). Berdasarkan pertimbangan penghitungan kadang-kadang peneliti memasukkan
penelitiannya secara kuantitatif. Di dalam penelitian data harus diperhitungkan, peneliti harus mengetahui
jumlah data keseluruhan, dan di dalam klasifikasi pun jumlahnya harus akurat.
Penelitian kuantitatif mencakup setiap jenis penelitian berdasarkan:
persentase, rata-rata, chikuadrat dan penghitungan statistik lainnya.
Penelitian kualitatif disebut juga penelitian “naturalistik” atau “alamiah”, “etnografi”, “interaksionis simbolis”, “perspektif ke dalam” ,
“etnometodologi”, “the Chicago School”, “fenomenologis”, “studi kasus”,
“interpretatif”, “ekologis”, dan “deskriptif”.
Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial
yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya
sendiri dan berhubungan dengan masyarakat tersebut melalui bahasanya, serta
peristilahan.
Penelitian kualitatif menurut Moleong dalam Muhmmad (2011: 32-37), ada 11 ciri penelitan yaitu:
a. Latar pelaksanaan penelitian kualitatif adalah alamiah, sesuai konteks yang
alami. Konteks dan realitas menyatu-padu.
Mereka tidak terpisah. Realitas sosial yang banyak itu harus sejalan
dengan konteks, tidak direkayasa dan tidak dipisah-pisah. Pemahaman yang utuh
tentang penyatu-padunya realitas dan konteks berdasarkan tiga asumsi antologi,
yaitu tindakan mengamati, memengaruhi apa yang diamati; konteks sangat
menentukan makna temuan bagi konteks yang lain; stuktur nilai kontekstual
merupakan penentu apa yang dicari.
b. Instrumen penelitian
kualitatif adalah manusia dan peneliti. Artinya, peneliti menjadi pengumpul
data utama, karena mampu menyesuaikan diri terhadap data di lapangan. Selain
itu, dia juga harus memapu memahami, menyadari dan mengatasi keadaan-keadaan
itu.
c. Ada tiga metode yang diterapkan oleh penelitian kualitatif yaitu
pengamatan, wawancara dan telaah dokumen. Ada tiga pertimbangan dalam
mengaplikasikan metode kualitatif, yaitu adanya realitas yang jamak, hubungan
peneliti dan resonden dan lebih peka serta mempunyai kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan pola-pola yang dihadapi (Moleong dalam
Muhammad, 2011: 34).
d. Metode menganalisis data dalam penelitian ada dua yaitu deduktif dan
induktif. Metode induktif cenderung diterapkan dalam metode kualitatif,
sedangkan metode yang lain digunakan di dalam metode kuantitatif.
e. Menurut penelitian kualitatif, teori lahir dari data bukan teori melahirkan
data. Dari data yang banyak dan beragam, teori subtantif dapat dimunculkan.
f.
Deskriptif
adalah sifat data penelitan data kualitatif. Wujud datanya berupa deskripsi
objek penelitian. Dengan kata lain, wujud data penelitian kualitatif adalah
kata-kata, gambar dan angka yang tidak dihasilkan melalui pengolahan data
statistika.
g. Proses lebih dipentingkan dalam proses kualitatif sedangkan, penelitian
kuantitatif lebih
mementingkan hasil. Hubungan-hubungan antar bagian terlihat jelas dalam proses.
h. Batas ditentukan oleh fokus
dalam penelitian kualitatif (Moleong dalam Muhammad, 2011:35) penulis berpendapat bahwa fokus merupakan objek yang dituju peneliti.
i.
Moleong dalam
Muhammad (2011:35) menyatakan bahwa validitas, reliabilitas, dan objektivitas penelitian
kualitatif berbeda dengan kuantitatif. Secara umum, validitas dan reliabilitas
merujuk pada masalah kualitas data yang dihasilkan, ketetapan metode yang
digunakan untuk melaksanakan penelitian. Dengan kata lain, data dan metode
penggaliannya berkaitan dengan keterandalan dan kesahihahan.
j.
Menurut
Moleong dalam
Muhammad (2011: 36-37) desain penelitian kualitatif bersifat sementara. Muhammad berpendapat bahwa rancangan penelitian berubah sesuai dengan kondisi
situasi atau konteks di lapangan.
k. Hasil penelitian berupa pengertian dan interpretasi yang dihasilkan melalui
kesepakatan sumber data atau informan (Moleong dalam Muhammad, 2011:37) munculnya kesepakatan yang menjadi sumber hasil penelitian yang disebabkan oleh tiga hal yaitu diangkatnya susunan kenyataan dari informan,
kualitas hubungan antar peneliti dan yang diteliti menunjukkan hasil penelitian
dan hasil verifikasi hipotesis kerja kan menjadi lebih baik bila diketahui dan
dikonfrimasi oleh informan yang terkait.
Bentuk penelitian ini adalah
deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif berusaha meneliti,
menggali, dan memeriksa secara cermat dan meneliti fakta-fakta kebahasaan,
serta mengadakan analisis. Penelitian deskriptif kualitatif, yaitu suatu penelitian
yang pendekatannya menitikberatkan pada fenomena-fenomena yang terjadi di
masyarakat, dan dalam hasil analisisnya dengan mengambil data bukan dalam
bentuk angka melainkan kata-kata.
BAB IV
PEMBAHASAN
A.
Hasil
Wawancara
a.
Identitas Narasumber
Narasumber 1
Nama : Nani Handayani
Alamat :
Indramayu Kabupaten Cirebon
Pendidikan :Mahasiswa Unswagati Cirebon
FKIP Bahasa dan Sastra Indonesia Tingkat-1
Pengunaan Bahasa :
Bahasa Jawa (sehari-hari)
Narasumber 2
Nama :
Sofiyanti
Alamat :
Losari Kabupaten Brebes
Pendidikam : Mahasiswa Unswagati Cirebon
FKIP Bahasa dan Sastra Indonesia Tingkat-1
Penggunaan
Bahasa : Bahasa Jawa (sehari-hari)
Narasumber 3
Nama : Dede Ika Atikah
Alamat : Majalengka Kabupaten
Cirebon
Pendidikan : Mahasiswa Unswagati
Cirebon FKIP Matematika Tingkat-1
Penggunaan
Bahasa : Bahasa Sunda (sehari-hari)
b.
Deskripsi Penggunaan Ragam Bahasa
Berdasarkan Dialog Hasil Wawancara :
Sofiyanti :
“Nan, sira lagi ngerjakena apa?”
Nani :
“Kien kih tugas Apresiasi Puisi”.
Sofiyanti :
“Acak nan, ndeleng?”
Nani :
“Ya mengkonon kih, sira uwis durung pi?”
Sofiyanti :
“Isun talah durung nan, kenangapa?”
Nani :
“Yawis ngerjakena bareng.”
Dede :
“Nuju naon teh?”
Sofiyanti :
“Ngomong apa sih De?”
Dede :
“ Lagi ngapain teh?”
Nani :
“Lagi ngerjain tugas De.”
Dede :
“Nya entos, mangga atuh teh. Hapunten bilih ganggu.”
c.
Tanggapan Pewawancara
Berdasarkan
dialog yang dilakukan oleh ketiga Narasumber, dapat kami lihat bahwa ragam
bahasa mempengaruhi nilai cakap dan tutur yang berbeda pula. Selain itu ragam
bahasa pun dapat dilihat dari asal daerah yang menunjukan jati diri pengguna
bahasa tersebut. Indonesia memiliki banyak budaya dan macam bahasa daerah,
namun dalam hal ini narasumber dapat bercakap dengan kesantunan bahasa yang
sesuai dengan daerah masing-masing tanpa merusak nilai bahasa itu sendiri. Yang
dapat terlihat jelas ketika narasumber sedang bercakap, mereka tetap berbicara
dengan baik meski ragam bahasa yang ada pada narasumber tak terelak.
Jadi, meski banyaknya bahasa yang mereka
gunakan tetap bahasa indonesia menjadi bahasa kesatuan. Maksudnya adalah ketika
dialog yang digunakan dengan bahasa sunda kurang dipahami dengan bahasa jawa
maka bahasa indonesia digunakan sebagai bahasa penghubung. Dalam hal ini
tujuannya adalah agra kedua narasumber itu dapat memahami pokok dan pesan
pembicaraannya.
d.
Kesimpulan Hasil Wawancara
Variasi
bahasa dari ketiga narasumber itu pertama-tama kami bedakan berdasarkan penutur
dan penggunaannya. Berdasarkan penutur berarti, siapa yang menggunakan bahasa
itu, di mana tinggalnya, bagaimana kedudukan sosialnya di dalam masyarakat, apa
jenis kelaminnya, dan kapan bahasa itu digunakannya. Berdasarkan penggunanya,
berarti bahasa itu digunakan untuk apa, dalam bidang apa, apa jalur dan
alatnya, dan bagaimana situasi keformalannya.
Dari ketiga
narasumber itu terlihat menggunakan variasi bahasa yang berbeda. Meskipun ada
dua narasumber yang sama-sama berasal dari daerah jawa namun dialek yang
digunakan mempunyai ciri khas yang berbeda, dari segi ujarannya pun berbeda
tetapi mempunyai makna yang sama.
Faktor yang
menyebabkan variasi bahasa pada masyarakat didaerah Cirebon sendiri seperti terlihat pada percakapan diatas juga perlu dijelaskan.
Dalam
berkomunikasi, setiap anggota masyarakat bahasa harus memilih ragam bahasa yang
digunakan dalam berinteraksi. Pemilihan bahasa atau ragam bahasa tersebut tidak
secara acak nelainkan mempertimbangkan berbagai faktor, seperti siapa yang
berbicara, kepada siapa, dimana peristiwa tutur itu berlangsung. Dengan
demikian, penggunaan suatu bahasa tentu tidak dilepaskan dari faktor sosial
budaya masyarakat penuturnya.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas maka dapat
disimpulkan bahwa pada daerah Majenang Cilacap terdapat adanya variasi bahasa
pada tuturannya. Yaitu bahasa Jawa Banyumasan, Bahasa Sunda, serta bahasa
Jawa-Sunda. Hal ini disebabkan karena Majenang, Cilacap merupakan daerah
perbatasan sekaligus daerah pertemuan antara budaya Jawa-Sunda. Oleh karena
tidak heran jika masyarakat sebelah sana berbahasa Sunda, sebelah sana Jawa
Banyumasan dan sebelah sana Jawa-Sunda.
B.
Saran
Setelah melakukan penelitian ini,
saran saya adalah agar masyarakat lainnya yang sama juga mempunyai variasi
bahasa didaerahnya masing-masing untuk dapat tetap melestarikannya karena
dengan adanya variasi bahasa tersebut/adanya keberagaman tersebut akan menambah
daya tarik dan keunikan tersendiri bagi wilayah itu. Seperti pada masyarakat
Majenang yang mempunyai variasi bahasa, akan tetapi juga untuk tetap
melestarikan budaya Jawa khususnya Jawa Banyumasan yang menjadi ciri “wong
panginyongan” yang sekarang kita tahu sudah agak berkurang perhatiannya
dari masyarakat khususnya anak muda pada budaya tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Chaer, Abdul
dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik. Jakarta: Rineka Cipta.
Ø Nababan,
P.W.J. 1984. Sosiolinguisttik:Suatu Pengantar. Jakarta: PT
Gramedia.
Ø Modul Bahasa
Indonesia tentang Ragam Bahasa oleh Tri Wahyu