Rabu, 09 Agustus 2017

Makalah Penelitian Ragam Bahasa



BAB I
PENDAHULUAN
RAGAM BAHASA CIREBON

1.1 Latar belakang
Variasi atau ragam bahasa merupakan pokok studi sosiolinguistik. Sosiolinguistik adalah pengembangan subbidang linguistik yang memfokuskan penelitian pada variasi ujaran, serta mengkajinya dalam suatu konteks sosial, sosiolinguistik meneliti korelasi antara faktor-faktor sosial itu dengan variasi bahasa (Nancy Parrot Hickerson dalam Chaer dan Agustina 1995:5). Terjadinya kevariasian bahasa ini bukan hanya disebabkan oleh penuturnya, tetapi karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan sangat beragam. Adanya fenomena pemakaian variasi bahasa dalam masyarakat tutur dikontrol oleh faktor-faktor sosial, budaya, situasional. Variasi bahasa dari segi pemakaian yang paling tampak cirinya adalah dalam hal kosakata. Bahasa dalam kehidupan manusia berfungsi sebagai alat komunikasi sehingga dalam kehidupan ini manusia tidak akan pernah lepas dari bahasa. Dengan bahasa manusia dapat bertukar pikiran, menyampaikan gagasan, perasaan, dan berinteraksi dengan sesama manusia. Dengan demikian, fungsi bahasa yang paling mendasar ialah fungsi komunikasi, yaitu sebagai alat pergaulan dan perhubungan sesama manusia.
Keberagaman bahasa dalam masyarakat Dwibahasa atau multibahasa seperti pada masyarakat Cirebon khususnya daerah yang secara geografis letak berada diperbatasan antara Jawa Tengah dengan Jawa Barat, selain dari segi bahasa yang terjadi variasi, dari segi budayapun pada daerah ini sudah tercampur dengan bahasa Sunda. Variasi ini dapat memunculkan adanya kontak bahasa atau kontak dialek dalam masyarakat tuturnya. Alasan memilih tema mengenai variasi bahasa pada masyarakat perbatasan antara Jawa Barat dengan Jawa Tengah, disebabkan karena hal ini sangat menarik untuk untuk dikaji. Penelitian ini sangat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan, baik secara teoritis maupun praktis.

    1.2 Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
  1. Apa pengertian ragam bahasa?
  2. Apa saja ragam bahasa yang digunakan dalam masyarakat Cirebon?
  3. Bagaimana variasi bahasa dalam masyarkat Cirebon?
1.3   Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui tentang ragam bahasa Indonesia dan macam-macam ragam bahasa Indonesia ditinjau dari media atau sarana yang akan menghasilkan bahasa. Dan memenuhi tugas bahasa Indonesia.

1.4  Manfaat
Manfaat dibuat makalah ini adalah:
1.   Manfaat teroritis
Secara teoritis dapat menambah pengetahuan serta wawasan dalam bidang ragam bahasa khususnya mengenai variasi bahasa yang terjadi pada masyarakat multilingual.
2.   Manfaat praktis
Secara praktis diharapkan dapat bermanfaat sebagai acuan menganalisis variasi bahasa bagi mahasiswa dan bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan tentang variasi bahasa bagi masyarakat. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan pengetahuan kepada masyarakat lain pada umumnya tentang variasi bahasa dimasyarakat multilingual/multibahasa.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.    Tinjauan Pustaka
Penelitian tentang variasi bahasa sebelumnya pernah dilakukan oleh Ambar Pujiyatno (2008) dalam jurnalnya yang berjudul “Variasi Dialek Bahasa di Kabupaten Kebumen (Kajian Sosiodialektologi). Jurnal tersebut membahas mengenai variasi bahasa yang terjadi pada masyarakat Kebumen yang notabene secara geografis berada diantara dua karsidenan yaitu Karsidena Banyumas dan Karsidenan Kedu. Tepatnya sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Banyumas, sebelah timur adalah Wonosobo dan Purworejo, sebelah utara Kabupaten Banjarnegara dan selatan Samudera   Hindia. Bahasa ibu masyarakat Kabupaten Kebumen adalah bahasa Jawa. Bahasa Jawa dikabupaten Kebumen memiliki perbedaan dengan bahasa Jawa baku, bahkan antara wilayah yang sau dengan lainnya memiliki perbedaan variasi dialek yang disebabkan oleh faktor geografis dan factor sosial. Hal ini disebabkan oleh letak geografis yang berada diantara Bahasa Jawa Bandek dan Ngapak.
Penelitian tentang variasi bahasa juga pernah diteliti oleh Hari Bakti Murdikantoro (2007) dalam jurnalnya yang berjudul “Pergeseran Bahasa Jawa Dalam Ranah Keluarga Pada Masyarakat Multibahasa Diwilayah Kabupaten Brebes.” Dalam jurnal tersebut berisikan bagaiman variasi bahasa yang terjadi pada masyarakat Kabupaten Brebes khususnya daerah/wilayah yang dekat dengan Cirebon (Jawa Barat). Dalam wilayah tersebut bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari juga terdapat variasi antara bahasa sunda dengan bahasa Jawa. Sedangkan pada daerah yang semakin dekat dengan Cirebon, bahasa sehari-hari yang digunakannya adalah bahasa sunda bukan lagi bahasa Jawa.

B.     Kajian Teori
1.   Sosiolinguistik
Sosiolinguistik ditinjau dari namanya menyangkut masalah sosiologi dan linguistik. Arti kata sosio adalah masyarakat, dan linguistik adalah kajian bahasa. Sosiolinguistik merupakan kajian tentang bahasa yang dikaitkan dengan kondisi kemasyarakatan (dipelajari oleh ilmu-ilmu sosial khususnya sosiologi). Sosiolinguistik adalah cabang ilmu linguistik bersifat interdisipliner dengan ilmu sosiologi, dengan objek penelitian hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor sosial di dalam suatu masyarakat tutur (Chaer dan Agustina,1995:5). Sosiolinguistik didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari ciri dan pelbagai variasi bahasa, serta hubungan di antara para bahasawan dengan ciri fungsi variasi bahasa itu di dalam suatu masyarakat bahasa (Kridalaksana 1978:94). Menurut Nababan ( 1984:2 ) dikatakan bahwa sosiolinguistik mempelajari dan membahas aspek-aspek kemasyarakatan bahasa, khususnya perbedaan-perbedaan (variasi) yang terdapat dalam bahasa yang berkaitan dengan faktor-faktor kemasyarakatan (sosial).
 Sosiolinguistik adalah kajian tentang ciri khas variasi bahasa, fungsi-fungsi variasi bahasa, dan pemakai bahasa karena ketiga unsur ini selalu berinteraksi, berubah dan saling mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat tutur.

2.   Ragam Bahasa atau Variasi Bahasa
Istilah ragam bahasa mempunyai makna variasi bahasa menurut pemakaian yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, hubungan pembicaraan, lawan bicara, dan orang yang dibicarakan  ( Nababan, 1984: 14).
Variasi dalam sebuah bahasa dapat dibedakan menurut penuturnya dan pemakaiannya. Variasi tersebut terbagi menjadi.
a.      Idiolek yaitu variasi bahasa yang bersifat perseorangan;
b.      Dialek yaitu variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahya  yang relatif yang berbeda pada satu tempat, wilayah, atau cara tertentu;
c.       Kronolek atau dialek temporal yaitu variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial pada masa tertentu;
d.      Sosiolek atau dialek sosial yaitu variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas sosial para penutur;
e.       Fungsiolek yaitu variaasi bahasa berkenaan dengan penggunaannya atau fungsinya;
f.        Register yaitu suatu variasi bahasa yang tidak hanya menurut siapa yang berbicara, tetapi juga menurut situasi.
Istilah ragam bahasa juga sering disebut dengan istilah variasi bahasa dengan pengertian yang sama. Hanya istilah variasi bahasa mempunyai pengertian yang netral, sedangkan istilah ragam bahasa mengacu pada register (Subandi, dkk,2005: 19)
Variasi dari segi pemakaiannya biasanya dibicarakan berdasarkan bidang penggunaan, gaya, atau tingkat keformalan, dan sarana penggunaan. Variasi bahasa berdasarkan bidang pemakaian ini adalah menyangkut bahasa itu digunalan untuk keperluan atau bidang apa. Misalnya, bidang sastra jurnalistik, militer, pertanian, pelayaran, perekonomian, perdagangan,pendidikan, dan kegiatan keilmuan. Variasai bahasa dalam bidang kegiatan ini yang paling tampak cirinya adalah dalam bidang kosakata. Setiap bidang kegiatan ini biasanya mempunyai sejumlah kosakata khusus atau tertentu yang tidak digunakan dalam bidang lain. Variasi bahasa atau ragam bahasa sastra biasanya menekankan penggunaan bahasa dari degi estetis, sehingga dipilihlah dan digunakanlah kosakata yang secara estetis memiliki ciri eufoni sastra dan daya ungkap paling tepat.
Variasi bahasa dapaat pula dilihat dari segi sarana atau jalur yang digunakan. Dalam hal ini dapat disebut adanya ragam lisan dan ragam tulis,atau juga ragam dalam berbahasa dengan menggunakan sarana atau alat tertentu, yakni, misalnya, dalam bertelepon dan bertelegraf. 

BAB III
METODE PENELITIAN

A.     Identifikasi
1.      Lokasi Penelitian
     Penelitian ini dilaksanakan secara kontekstual yaitu terjun langsung pada lokasi penelitian tepatnya pada masyarakat Cirebon.
2.      Sumber Data
    Data sebagai bahan penelitian yaitu bahan jadi yang ada karena pemilihan aneka macam tuturan (bahan mentah). Data dalam penelitian ini berupa tuturan yang biasa digunakan oleh masyarakat Cirebon ketika mereka sedang melakukan kegiatan sehari-hari. Variasi bahasa meliputi tuturan mereka yang menggunakan bahasa Jawa dengan bahasa Sunda, bahkan tak jarang masyarakat didaerah tersebut kadangkala mencampurkan kedua bahasa itu menjadi satu ketika dalam kegiatan sehari-hari melakukan tuturan.
    Sumber data dalam penelitian ini adalah tuturan pada masyarakat Cirebon yang mempunyai variasi bahasa baik itu bahasa Jawa Cirebon, Bahasa Sunda ataupun tuturan yang mencampurkan kedua bahasa itu.
3.      Jenis Penelitian
     Jenis penelitian yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode kualitatif. Istilah penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miller (1986: 9) pada mulanya bersumber pada pengamatan kualitatif yang dipertentangkan dengan kuantitatif.Pengamatan kuantitatif melibatkan pengukuran tingkatan suatu ciri tertentu. Untuk menemukan sesuatu dalam pengamatan, peneliti harus mengetahui apa yang menjadi ciri hal tersebut.
   Untuk itu pengamat mulai mencatat atau menghitung (kuantitas). Berdasarkan pertimbangan penghitungan kadang-kadang peneliti memasukkan penelitiannya secara kuantitatif. Di dalam penelitian data harus diperhitungkan, peneliti harus mengetahui jumlah data keseluruhan, dan di dalam klasifikasi pun jumlahnya harus akurat. Penelitian kuantitatif mencakup setiap jenis penelitian berdasarkan: persentase, rata-rata, chikuadrat dan penghitungan statistik lainnya.
      Penelitian kualitatif disebut juga penelitian “naturalistik” atau “alamiah”, “etnografi”, “interaksionis simbolis”, “perspektif ke dalam” , “etnometodologi”, “the Chicago School”, “fenomenologis”, “studi kasus”, “interpretatif”, “ekologis”, dan “deskriptif”.
      Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan masyarakat tersebut melalui bahasanya, serta peristilahan.
      Penelitian kualitatif menurut Moleong dalam Muhmmad (2011: 32-37), ada 11 ciri penelitan yaitu:
a.       Latar pelaksanaan penelitian kualitatif adalah alamiah, sesuai konteks yang alami. Konteks dan realitas menyatu-padu.  Mereka tidak terpisah. Realitas sosial yang banyak itu harus sejalan dengan konteks, tidak direkayasa dan tidak dipisah-pisah. Pemahaman yang utuh tentang penyatu-padunya realitas dan konteks berdasarkan tiga asumsi antologi, yaitu tindakan mengamati, memengaruhi apa yang diamati; konteks sangat menentukan makna temuan bagi konteks yang lain; stuktur nilai kontekstual merupakan penentu apa yang dicari.
b.       Instrumen penelitian kualitatif adalah manusia dan peneliti. Artinya, peneliti menjadi pengumpul data utama, karena mampu menyesuaikan diri terhadap data di lapangan. Selain itu, dia juga harus memapu memahami, menyadari dan mengatasi keadaan-keadaan itu.
c.       Ada tiga metode yang diterapkan oleh penelitian kualitatif yaitu pengamatan, wawancara dan telaah dokumen. Ada tiga pertimbangan dalam mengaplikasikan metode kualitatif, yaitu adanya realitas yang jamak, hubungan peneliti dan resonden dan lebih peka serta mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan pola-pola yang dihadapi (Moleong dalam Muhammad, 2011: 34).
d.      Metode menganalisis data dalam penelitian ada dua yaitu deduktif dan induktif. Metode induktif cenderung diterapkan dalam metode kualitatif, sedangkan metode yang lain digunakan di dalam metode kuantitatif.
e.       Menurut penelitian kualitatif, teori lahir dari data bukan teori melahirkan data. Dari data yang banyak dan beragam, teori subtantif dapat dimunculkan.
f.        Deskriptif adalah sifat data penelitan data kualitatif. Wujud datanya berupa deskripsi objek penelitian. Dengan kata lain, wujud data penelitian kualitatif adalah kata-kata, gambar dan angka yang tidak dihasilkan melalui pengolahan data statistika.
g.       Proses lebih dipentingkan dalam proses kualitatif sedangkan, penelitian kuantitatif lebih mementingkan hasil. Hubungan-hubungan antar bagian terlihat jelas dalam proses.
h.        Batas ditentukan oleh fokus dalam penelitian kualitatif (Moleong dalam Muhammad, 2011:35) penulis berpendapat bahwa fokus merupakan objek yang dituju peneliti.
i.         Moleong dalam Muhammad (2011:35) menyatakan bahwa validitas, reliabilitas, dan objektivitas penelitian kualitatif berbeda dengan kuantitatif. Secara umum, validitas dan reliabilitas merujuk pada masalah kualitas data yang dihasilkan, ketetapan metode yang digunakan untuk melaksanakan penelitian. Dengan kata lain, data dan metode penggaliannya berkaitan dengan keterandalan dan kesahihahan.
j.        Menurut Moleong dalam Muhammad (2011: 36-37) desain penelitian kualitatif bersifat sementara. Muhammad berpendapat bahwa rancangan penelitian berubah sesuai dengan kondisi situasi atau konteks di lapangan.
k.      Hasil penelitian berupa pengertian dan interpretasi yang dihasilkan melalui kesepakatan sumber data atau informan (Moleong dalam Muhammad, 2011:37) munculnya kesepakatan yang menjadi sumber hasil penelitian yang disebabkan oleh tiga hal yaitu diangkatnya susunan kenyataan dari informan, kualitas hubungan antar peneliti dan yang diteliti menunjukkan hasil penelitian dan hasil verifikasi hipotesis kerja kan menjadi lebih baik bila diketahui dan dikonfrimasi oleh informan yang terkait.
Bentuk penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif berusaha meneliti, menggali, dan memeriksa secara cermat dan meneliti fakta-fakta kebahasaan, serta mengadakan analisis. Penelitian deskriptif kualitatif, yaitu suatu penelitian yang pendekatannya menitikberatkan pada fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat, dan dalam hasil analisisnya dengan mengambil data bukan dalam bentuk angka melainkan kata-kata.

BAB IV
                                        PEMBAHASAN
                                                    
A.         Hasil Wawancara

a.    Identitas Narasumber
Narasumber 1
Nama                          : Nani Handayani
Alamat                          : Indramayu Kabupaten Cirebon
Pendidikan                    :Mahasiswa Unswagati Cirebon FKIP Bahasa dan    Sastra Indonesia Tingkat-1
Pengunaan Bahasa        : Bahasa Jawa (sehari-hari)

Narasumber 2
Nama                           : Sofiyanti
Alamat                          : Losari Kabupaten Brebes
Pendidikam                   : Mahasiswa Unswagati Cirebon FKIP Bahasa dan Sastra Indonesia Tingkat-1
Penggunaan Bahasa      : Bahasa Jawa (sehari-hari)   

Narasumber 3
Nama                           : Dede Ika Atikah
Alamat                          : Majalengka Kabupaten Cirebon
Pendidikan                    : Mahasiswa Unswagati Cirebon FKIP Matematika Tingkat-1
Penggunaan Bahasa      : Bahasa Sunda (sehari-hari)

b.    Deskripsi Penggunaan Ragam Bahasa

Berdasarkan Dialog Hasil Wawancara :
Sofiyanti           : “Nan, sira lagi ngerjakena apa?”
Nani                 : “Kien kih tugas Apresiasi Puisi”.
Sofiyanti           : “Acak nan, ndeleng?”
Nani                 : “Ya mengkonon kih, sira uwis durung pi?”
Sofiyanti           : “Isun talah durung nan, kenangapa?”
Nani                 : “Yawis ngerjakena bareng.”
Dede                : “Nuju naon teh?”
Sofiyanti           : “Ngomong apa sih De?”
Dede                : “ Lagi ngapain teh?”
Nani                 : “Lagi ngerjain tugas De.”
Dede                : “Nya entos, mangga atuh teh. Hapunten bilih ganggu.”
c.    Tanggapan Pewawancara
Berdasarkan dialog yang dilakukan oleh ketiga Narasumber, dapat kami lihat bahwa ragam bahasa mempengaruhi nilai cakap dan tutur yang berbeda pula. Selain itu ragam bahasa pun dapat dilihat dari asal daerah yang menunjukan jati diri pengguna bahasa tersebut. Indonesia memiliki banyak budaya dan macam bahasa daerah, namun dalam hal ini narasumber dapat bercakap dengan kesantunan bahasa yang sesuai dengan daerah masing-masing tanpa merusak nilai bahasa itu sendiri. Yang dapat terlihat jelas ketika narasumber sedang bercakap, mereka tetap berbicara dengan baik meski ragam bahasa yang ada pada narasumber tak terelak.
Jadi, meski banyaknya bahasa yang mereka gunakan tetap bahasa indonesia menjadi bahasa kesatuan. Maksudnya adalah ketika dialog yang digunakan dengan bahasa sunda kurang dipahami dengan bahasa jawa maka bahasa indonesia digunakan sebagai bahasa penghubung. Dalam hal ini tujuannya adalah agra kedua narasumber itu dapat memahami pokok dan pesan pembicaraannya.

d.    Kesimpulan Hasil Wawancara
Variasi bahasa dari ketiga narasumber itu pertama-tama kami bedakan berdasarkan penutur dan penggunaannya. Berdasarkan penutur berarti, siapa yang menggunakan bahasa itu, di mana tinggalnya, bagaimana kedudukan sosialnya di dalam masyarakat, apa jenis kelaminnya, dan kapan bahasa itu digunakannya. Berdasarkan penggunanya, berarti bahasa itu digunakan untuk apa, dalam bidang apa, apa jalur dan alatnya, dan bagaimana situasi keformalannya.
Dari ketiga narasumber itu terlihat menggunakan variasi bahasa yang berbeda. Meskipun ada dua narasumber yang sama-sama berasal dari daerah jawa namun dialek yang digunakan mempunyai ciri khas yang berbeda, dari segi ujarannya pun berbeda tetapi mempunyai makna yang sama.
Faktor yang menyebabkan variasi bahasa pada masyarakat didaerah Cirebon sendiri seperti terlihat pada percakapan diatas juga perlu dijelaskan.
Dalam berkomunikasi, setiap anggota masyarakat bahasa harus memilih ragam bahasa yang digunakan dalam berinteraksi. Pemilihan bahasa atau ragam bahasa tersebut tidak secara acak nelainkan mempertimbangkan berbagai faktor, seperti siapa yang berbicara, kepada siapa, dimana peristiwa tutur itu berlangsung. Dengan demikian, penggunaan suatu bahasa tentu tidak dilepaskan dari faktor sosial budaya masyarakat penuturnya.

BAB V
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pada daerah Majenang Cilacap terdapat adanya variasi bahasa pada tuturannya. Yaitu bahasa Jawa Banyumasan, Bahasa Sunda, serta bahasa Jawa-Sunda. Hal ini disebabkan karena Majenang, Cilacap merupakan daerah perbatasan sekaligus daerah pertemuan antara budaya Jawa-Sunda. Oleh karena tidak heran jika masyarakat sebelah sana berbahasa Sunda, sebelah sana Jawa Banyumasan dan sebelah sana Jawa-Sunda.

B.     Saran
Setelah melakukan penelitian ini, saran saya adalah agar masyarakat lainnya yang sama juga mempunyai variasi bahasa didaerahnya masing-masing untuk dapat tetap melestarikannya karena dengan adanya variasi bahasa tersebut/adanya keberagaman tersebut akan menambah daya tarik dan keunikan tersendiri bagi wilayah itu. Seperti pada masyarakat Majenang yang mempunyai variasi bahasa, akan tetapi juga untuk tetap melestarikan budaya Jawa khususnya Jawa Banyumasan yang menjadi ciri “wong panginyongan” yang sekarang kita tahu sudah agak berkurang perhatiannya dari masyarakat khususnya anak muda pada budaya tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Ø  Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik. Jakarta: Rineka Cipta.
Ø  Nababan, P.W.J.  1984. Sosiolinguisttik:Suatu Pengantar. Jakarta: PT Gramedia.
Ø  Modul Bahasa Indonesia tentang Ragam Bahasa oleh Tri Wahyu