Jumat, 13 Februari 2015

MAKALAH Perkembangan Kepribadian Peserta Didik dengan Kecerdasan Ganda, Perkembangan Kreativitas Peserta Didik dan Perkembangan dalam Kelompok Sebaya



MAKALAH
Perkembangan Kepribadian Peserta Didik dengan Kecerdasan Ganda, Perkembangan Kreativitas Peserta Didik dan Perkembangan dalam Kelompok Sebaya
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Perkembangan Peserta Didik
Dosen : Nuniek Setya Sukmayani., Dra., M.Pd.
Description: 3        
                                               
                                                oleh:
Ismi Izzati                                                 2A


PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON
2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang memberi kami rahmat dan kesempatan untuk menyelesaikan makalah yang berjudul “Perkembangan Kepribadian Peserta Didik dengan Kecerdasan Ganda, Perkembangan Kreativitas Peserta Didik dan Perkembangan dalam Kelompok Sebaya”.
             Menilai profil atau tingkat kecedasan seseorang bukanlah pekerjaan yang mudah, apalagi kecerdasan gandanya. Hingga kini tidak ada tes yang dapat menilai sifat atau kualitas kecerdasan orang dengan benar-benar akurat. Tes-tes standar hanya mengukur sebagian kecil dari keseluruhan spectrum kemampuan manusia. Cara terbaik menilai kecerdasan ganda seorang atau bahkan diri sendiri adalah melalui penilaian kinerja secara realistis pada berbagai macam tugas, kegiatan, dan pengalaman  yang berkaitan dengan setiap kecerdasan.
Kami akan coba membahas lebih dalam lagi tentang kecerdasan ganda yang dimiliki oleh peserta didik. Apa saja yang termasuk dalam kecerdasan, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan kecerdasan.



                                                                                                           Cirebon, 5 November 2014


                                                                                                            Penyusun





DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR................................................................................             1
DAFTAR ISI................................................................................................             2
BAB I. PENDAHULUAN..........................................................................             3
A.    Latar Belakang.........................................................................................             3
B.     Rumusan Masalah....................................................................................             3
C.    Tujuan Pembahasan..................................................................................             4

BAB II. PEMBAHASAN............................................................................             5
A.    Pengertian kecerdasan.............................................................................             5
B.     Faktor yang mempengaruhi kecerdasan..................................................             5
C.   Alat kecerdasan.......................................................................................             7
D.     Kecerdasan ganda...................................................................................             8
E.   Implikasi perkembangan kreatifitas.........................................................             16
F.   Kecerdasan ganda dalam hubungan teman sebaya.................................             17

BAB III. PENUTUP....................................................................................             25
A.    Kesimpulan..............................................................................................             25
B.     Saran........................................................................................................             25
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................             26








BAB  I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses pengembangan potensi individu. Melalui pendidikan, potensi yang dimiliki oleh individu akan diubah menjadi kompetensi. Kompetensi mencerminkan kemampuan dan kecakapan individu dalam melakukan suatu tugas atau pekerjaan. Tugas pendidik atau guru dalam hal ini adalah memfasilitasi anak didik sebagai individu untuk dapat mengembangkan potensi yang dimiliki menjadi kompetensi sesuai dengan cita-citanya. Program pendidikan dan pembelajaran seperti yang berlangsung saat ini oleh karenanya harus lebih diarahkan atau lebih berorientasi kepada individu peserta didik.
 Kenyataan menunjukkan bahwa program pendidikan yang berlangsung saat ini lebih banyak dilaksanakan dengan cara membuat generalisasi terhadap potensi dan kemampuan siswa. Hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman pendidik tentang karakteristik individu. Muncul keluhan dari pendidik atau guru bahwa mereka merasa bahwa menjelakan sejelas jelasnya tetapi ada saja anak didik yang tidak dapat memhami pelajaran dengan baik. Setiap kali orang belajar pasti melibatkan pikirannya dan didalam pikiran tersebut ada kecerdasan. Salah satu temuan yang sangat bermanfaat adalah bahwa setiap individu memiliki tidak hanya memiliki satu kecerdasan tetapi lebih yaitu disebut juga multiple intelligences atau kecerdasan ganda. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membahasnya di dalam makalah ini yaitu tentang “kecerdasan ganda (multiple intelligences)”.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang disebut dengan kecerdasan ganda ?
2. Apa saja jenis-jenis kecerdasan ganda ?
3. Bagaimana cara yang dilakukan pendidik dalam meningkatkan kecerdasan ganda ?
4. Bagaimana implikasi perkembangan kreatifitas dalam kecerdasan ganda ?
5. Bagaimana kecerdasan ganda dalam hubungan dengan teman sebaya ?

C. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan dari pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian kecerdasan ganda.
2. Untuk mengetahui jenis – jenis kecerdasan ganda.
3. Untuk mengetahui cara – cara yang dilakukan oleh pendidik dan guru dalam meningkatkan kecerdasan ganda.
4. Untuk mengetahui implikasi perkembangan kreatifitas yang dimiliki seorang anak.
5. Untuk mengetahui hubungan kecerdasan ganda dalam teman sebaya.























BAB  II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Kecerdasan
Menurut William Stern, kecerdasan adalah kapasitass umum dari kesadaran individu untuk menyesuaikan pikirannya terhadap persyaratan atau tuntutan baru. Sedangkan,Charless Spearman menyebutkan bahwa kecerdasan merupakan dua kemampuan, yaitu kemampuan yang memegang tugas-tugas Intelektual dan sejumlah kemampuan khusus (memecahkan persoalan). Bailer dan charles mengungkapkan bahwa kecerdasan adalah kemampuan seseorang untuk menyesuaikan dan memecahkan persoalan-persoalan baru. Menurut Woudworh, kecerdasan itu sebagai suatu tindakan yang bijaksana dalam menghadapi setiap situasi secara tepat dan berhasil.
Menurut Gardner, intelegensi bukan hanya sekedar nilai-nilai IQ semata, melainkan merupakan kepingan-kepingan kemampuan yang berlokasi pada bagian-bagian yang berbeda dari otak. Kemampuan-Kemampuan ini saling berhubungan, namun strategi mengembangkan potensi kecerdasan anak bekerja secara mandiri. Intelegensi itu tidak statis atau menetap sejak lahir. Jean Piaget melakukan penelitian pada perkembangan intelektual anak sejak lahir hingga dewasa. Dan ia membagi perkembnagan itu menjadi empat tahap, yaitu tahap sensori motorik, praoperasional formal. Dalam perkembnagan sensori-motorik, anak dapat menghubungkan anatara indra dan aktifitas, motoriknya melalui percobaan, dan anak mulai membedakan diri dari realitas diluar dirinya. Dalam perkembnagan praopreasional, anak mulai menggunakan bahasa dan dapat mengubah objek-objek kedalam bentuk simbol, baik dalam pikiran maupun kata, namun masih bersifat egosentris. Perkembnagan operasional konkret yaitu anak mulai mampu berpikir logis dan memahami konsep konservasi.

B. Faktor Yang Memengaruhi Kecerdasan
Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi kecerdasan, yaitu:
  1. Faktor Bawaan atau Biologis
Dimana faktor ini ditentukan oleh sifat yang dibawa sejak lahir. Batas kesanggupan atau kecakapan seseorang dalam memecahkan masalah, antara lain ditentukan oleh faktor bawaan.
Meskipun banyak argumentasi para ahli tentang besaran pengaruh genetika atau faktor keturunan dalam perkembangan kecerdasan seseorang, tetapi semua sepakat bahwa genetika sedikit banyak berpengaruh. Hasil riset dibidang neuroscience menunjukkan bahwa faktor genetika berpengaruh terhadap respon kognitif seperti kewaspadaan, memori, dan sensori. Artinya seseorang akan berpikir dan bertindak dengan menggunakan ketiga aspek itu secara simultan.

  1. Faktor Minat dan Pembawaan yang Khas
Dimana minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu.

  1. Faktor Pembentukan atau Lingkungan
Dimana pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan inteligensi.

  1. Faktor Kematangan
Dimana tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan.

  1. Faktor Kebebasan
Hal ini berarti manusia dapat memilih metode tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Di samping kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah yang sesuai dengan kebutuhannya.

  1. Pengalaman
Pengalaman merupakan ruang belajar yang dapat mendorong pertumbuhan potensi seseorang. Penelitian menunjukkan bahwa potensi otak tumbuh dan berkembang sejalan dengan pengalaman hidup yang dilaluinya. Sejak lahir hingga masa kanak-kanak yang memperoleh pengasuhan yang baik dari ibunya akan tumbuh lebih cepat dan lebih sukses dibanding anak yang kurang mendapat perhatian cenderung menimbulkan rasa rendah diri dan frustasi. Bila hal ini berjalan secara berulang-ulang akan menentukan besaran potensi kecerdasan yang dimilikinya.
  1. Lingkungan
Lingkungan atau konteks akan banyak membentuk kepribadian termasuk potensi kecerdasan seseorang. Lingkungan yang memberikan stimulus dan tantangan diikuti upaya pemberdayaan serta dukungan akan memperkuat mental dan kecerdasan.

  1. Kemauan dan Keputusan
Kemauan yang kuat dalam diri seseorang membantu meningkatkan daya nalar dan kemampuan memecahkan masalah. Kemauan dan keputusan sering dijelaskan dalam teori motivasi. Dorongan positif akan timbul dalam diri seseorang sejalan dengan lingkungan yang kondusif, sebaliknya jika lingkungan kurang menantang sulit untuk membangun kesadaran untuk berkreasi. Otak yang paling cerdas sekalipun akan sulit mengembangkan potensi intelektualnya.

        9. Aktivitas Belajar dan Kegiatan Harian
Aktivitas dan kebiasaan manusia merupakan pengalaman yang sangat berharga dan bermakna bagi kesuksesan seseorang. Menggali kebiasaan hidup sehari-hari sangat membantu dalam memetakan pengalaman belajar yang dipadukan dengan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam masyarakat. Implikasi dari model belajar terpadu melalui aktivitas dan pengalaman nyata pada intinya menyerukan perubahan fundamental dalam praktek bersekolah-di-rumah yang bersifat padagogis dengan rangkaian pengembangan kemampuan majemuk melalui kebiasaaan dan pengalaman yang berlangsung sepanjang hayat. Dalam konteks pembelajaran di rumah, aktivitas merupakan pengalaman itu sendiri yang dibangun berdasarkan nilai-nilai, kebiasaan, tindakan, kerjasama dan keputusan yang dirangkaikan melalui pola hubungan positif dengan keluarga dan lingkungan di sekitarnya. Pelatihan bukan upaya menerampilan suatu kemampuan tertentu kepada sebagian kelompok masyarakat, tetapi membangun kemampuan belajar berinteraksi dan merencanakan perubahan kedepan.

C. Alat Kecerdasan
Di dalam tubuh manusia terdapat sebuah alat yang sangat mempengaruhi tingkat kecerdasan seseorang yaitu otak. Otak adalah organ yang sangat kompleks. Seluruh tubuh dan gerak kita selalu ada di bawah kendali otak. Otak bergerak berdasarkan pikiran. Antara otak dan pikiran sulit dipisahkan. Otak adalah orang nyata yang kasatmata, sebaliknya pikiran bersifat abstrak dan tidak bisa dilihat. Hasil kerja pikiran adalah nyata, dan ini merupakan hasil kerja otak juga, yang menandakan bahwa pikiran dan otak pada saat bekerja selalu bekerja sama.

      D. Kecerdasan Ganda
      1. Pengertian Kecerdasan Ganda
               Istilah kecerdasan atau intelegensi bukanlah sesuatu yang baru bagi kita sebagai pendidik. Namun sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, ilmu tentang kecerdasanpun berkembang. Banyak ahli dari berbagai bidang disiplin ilmu melakukan penelitian tentang otak manusia. Setiap individu tidak hanya memiliki satu kecerdasan tetapi lebih yaitu disebut juga multiple intelligences atau kecerdasan ganda.
Teori Kecerdasan Ganda (Multiple Inteligence) yang dikemukakan oleh Howard Gardner – seorang professor psikologi dari Harvard University – akan dijadikan acuan untuk lebih memahami bakat dan kecerdasan individu.Jerold E. Kemp dan kawan-kawan mengemukakan (1996) beberapa karakteristik individu siswa yang perlu dipahami antara lain :
• Age and maturity level
• Motivation and attitude toward subject
• Expectation and vocational level
• Special Talent
• Mechanical Dexterity
• Ability to work under various enviro condition.
        Salah satu karakteristik penting dari individu yang perlu dipahami oleh guru sebagai pendidik adalah bakat dan kecerdasan individu. Guru yang tidak memahami kecerdasan anak didik akan memiliki kesulitan dalam memfasilitasi proses pengembangan potensi individu menjadi yang dicita-citakan. Generalisasi terhadap kemampuan dan potensi individu memberikan dampak negatif yaitu siswa tidak memiliki kesempatan untuk mengebangkan secara optimal pternsi yang aa pada dirinya. Akibat penanganan salah seperti yang dilakukan oleh sistem persekolahan saat ini kita telah kehilangan bakat-bakat cemerlang. Individu-individu yang cerdas tidak dapat mengembangkan potensi diri mereka secara optimal.

2. Jenis – Jenis Kecerdasan
          Ada delapan jenis kecerdasan yang dikemukakan oleh Howard Gardner yaitu :
A. Intelegensi Bahasa (Linguistik)
Kecerdasan bahasa berisi kemampuan untuk berfikir dengan kata-kata dan menggunakan bahasa untuk mengekspresikan arti yang kompleks.
Berikut ini karakteristik individu yang menunjukkan kemampuan dalam intelegensi bahasa :
a. Senang membaca buku, bercerita atau mendongeng.
b. Senang berkomunikasi, berbicara,berdialog, berdiskusi dan senang berbahasa asing.
c. Pandani menghubungkan atau merangkaikan kata – kata atau kalimat baik lisan ataupun tertulis.
d. Pandai menafsirkan kata – kata atau paragraph baik secara lisan maupun tertulis.
e. Senang mendengarkan musik dan sebagainya dengan baik.
f. Pandai mengingat dan menghafal.
g. Humoris.
Contoh orang-orang yang memiliki kecerdasan bahasa yaitu
• Pengarang
• Penyair
• Wartawan
• Pembicara
• Pembaca berita

B. Intelegensi Logis – matematis
          Kecerdasan logis matematis memungkinkan seseorang terampil dalam melakukan hitungan, penghitungan atau kuantifikasi, mengemukakan proposisi dan hipotesis dan melakukan operasi
matematis yang kompleks.
Berikut ini karakteristik individu yang menunjukkan kemampuan dalam inteligensi logis
matematis :
a. Senang bereksperimen, bertanya, menyusun atau merangkai teka – teki.
b. Senang dan pandai berhitung dan bermain angka.
c. Senang mengorganisasikan sesuatu, menyusun scenario.
d. Mampu berfikir logis baik induktif maupun deduktif.
e. Senang silogisme .
f. Senang berfikir abstraksi dan simbolis.
Contoh – contoh orang yang memiliki kecerdasan matematis logis adalah ilmuwan, matematikawan, akuntan, insinyur, dan pemprogram computer

C. Intelegensi Visual Spasial
          Orang yang memiliki kecerdasan spasial adalah orang yang memiliki kapasitas dalam berfikir secara tiga dimensi. Contoh – contoh orang yang memiliki kecerdasan spasial adalah pelaut, pilot, pematung, pelukis daan arsitek. Kecerdasan spasial memungkinkan individu dapat mempersepsikan gambar-gambar baik internal maupun eksternal dan mengartikan atau mengkomunikasikan informasi grafis.
Berikut ini karakteristik individu yang menunjukkan kemampuan dalam inteligensi visual spasiall :
a. Senang merancang sketsa, gambar, desain grafik dan table.
b. Peka terhadap citra, warna dan sebagainya.
c. Pandai menvisualisasikan ide.
d. Imaginasinya aktif.
e. Mudah menemukan jalan pada ruang.
f. Mempunyai presepsi yang tepat dari berbagai sudut.
g. Mengenal relasi benda – benda dalam ruang.

D. Intelegensi Musikal
             Kecerdasan musikal dibuktikan dengan adanya rasa sensitif terhadap nada, melodi, irama musik. Orang-orang yang memilki kecerdasan musikal yang baik antara lain ; komposer, konduktor, musisi, kritikus musik, pembuat instrumen dan orang-orang sensitif terhadap unsur suara.
Berikut ini karakteristik individu yang menunjukkan kemampuan dalam inteligensi musikal :
a. Pandai mengubah atau mencipta musik.
b. Senang dan padai bernyanyi.
c. Pandai mengoperasikan musik serta menjaga ritme.
d. Mudah menangkap musik.
e. Peka terhadap suara dan musik.

E. Intelegensi Kinestetik Tubuh
             Kecerdasan kinestetik tubuh adalahkecerdasan yang memungkinkan seorang memanipulasi objek dan cakap melakukan aktivitas fisik. Contoh-contoh orang yang memiliki kecerdasan kinestetik yaitu atlet, penari, ahli bedah, dan pengrajin.
Berikut ini individu yang menunjukkan kemampuan dalam inteligensi kinestetik tubuh. :
a. Senang menari atau akting.
b. Pandai dan aktif dalam olahraga tertentu.
c. Mudah berekspresi dengan tubuh.
d. Mampu memainkan mimic.
e. Koordinasi dan fleksibilitas tubuh tinggi.
f. Senang dan efektif berfikir sambil berjalan, berlari dan berolahraga.
g. Pandai merakit sesuatu menjadi suatu produk.
h. Senang bergerak atau tidak bisa diam dalam waktu yang lama.
i. Senang kegiatan di luar rumah.

F. Intelegensi Intrapersonal
            Kecerdasan interpersonal adalah kapasitas yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat memahami dan dapat melakukan interaksi secara fektif dengan orang lain. Kecerdasan interpersonal akan dapat dilihat dari beberapa oranng seperti; guru yang sukses, pekerja sosial, aktor, politisi. Saat ini orang mulai menyadari bahwa kecerdasan interpersonal merupakan salah satu faktor yang sangat kesuksesan seseorang.
Berikut ini individu yang menunjukkan kemampuan dalam inteligensi intra personal :
a. Mampu menilai diri sendiri dan bermediasi.
b. Mampu mencanangkan tujuan, menyusun cita – cita dan rencana hidup yang jelas.
c. Berjiwa bebas.
d. Mudah berkonsentrasi.
e. Keseimbangan diri.
f. Senang mengekspresikan perasaan – perasaan yang berbeda.
g. Sadar akan realitas spiritual.

G. Intelegensi Interpersonal (Sosial)           
              Kecerdasan intrapersonal diperlihatkan dalam bentuk kemampuan dalam membangun persepsi yang akurat tentang diri sendiri dan menggunakan kemampuan tersebut dalam membuat rencana dan mengarahkan orang lain.
Berikut ini karakteristik individu yang menunjukkan kemampuan dalam inteligensi intrapersonal
:
a. Mampu berorganisasi, menjadi pemimpin dalam organisasi.
b. Mampu bersosialisasi, menjadi mediator, bermain dalam kelompok bekerja sama dalam tim.
c. Senang permainan berkelompok dari pada individual.
d. Biasanya menjadi tempat mengadu orang lain.
e. Senang berkomunikas verbal dan nonverbal.
f. Peka terhadap teman.
g. Suka memberi feedback.
h. Mudah mengenal dan membedakan perasaan dan pribadi orang lain.

H. Intelegensi Naturalis
             Keahlian mengenali dan mengkategorikan spesies-flora dan fauna di lingkungannya. Para pecinta alam adalah contoh orang tergolong sebagai orang – orang yang memiliki kecerdasan ini.
Berikut ini karakteristik individu yang menunjukkan kemampuan dalam inteligensi naturalis :
a. Senag terhadap flora dan fauna, bertani, berkebun, memelihara binatang, berinteraksi dengan
binatang dan berburu.
b. Pandai melihat perubahan cuaca, meneliti tanaman.
c. Senang kegiatan di alam terbuka.

3.Cara Meningkatkan Kecerdasan Ganda
              Gambaran umum dalam pembelajaran saat guru menjelaskan adalah ada anak yang senang menerima pelajaran dan berbagai macam sifat siswa di dalam tingkat kecerdasannya. Menurut Thomas Amstrong, kita tidak dapat memberi label mereka sebagai “pebelajar verbal”, “pebelajar visual” atau “pebelajar kinestesis” atau seterusnya karena tujuan dari suatu kegiatan pembelajaran adalah untuk memperluas dan mengembangkan intelegensi/ kecerdasan anak didik. Tugas guru dan pendidik adalah bagaimana menciptakan suasana belajar yang dapat mengembangkan semua kecerdasan yang ada pada setiap individu anak didik. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menciptakan suasana belajar yang mengembangkan semua kecerdasan yaitu sebagai berikut :
• Mengaktifkan seluruh indra anak didik
• Melatih intelegensi / kecerdasan yang berimbang
• Melatih silang intelegensi / kecerdasan yang bebeda.

4. Faktor – Faktor Penting dalam Meningkatkan Kecerdasan Ganda
Implementasi teori kecerdasan ganda dalam aktivitas pembelajaran memerlukan dukungan komponen-komponen sistem persekolahan sebagai berikut :
• Orang tua murid
• Guru
• Kurikulum dan fasilitas
• Sistem penilaian
             Komponen masyarakat, dalam hal ini orang tua murid perlu memberikan dukungan yang optimal agar implementasi teori kecerdasan ganda di sekolah dapat berhasil. Orang tua, dalam konteks pengembangan kecerdasan ganda perlu memeberikan sedikit kebebasan pada anak mereka untuk dapat memilih kompetensi yang ingin dikembangkan sesuai dengan kecerdasan dan bakat yang mereka miliki.
             Guru memegang peran yang sangat penting dalam implementasi teori kecerdasan ganda. Agar implementasi teori kecerdasan ganda dapat mencapai hasil seperti yang diinginkan ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu :
• Kemampuan guru dalam mengenali kecerdasan individu siswa
Kemampuan guru dalam mengenali kecerdasan ganda yang dimiliki oleh siswa merupakan hal yang sangat penting. Faktor ini akan sangat menentukan dalam merencanakan proses belajar yang harus ditempuh oleh siswa. Ada banyak cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk mengenali kecerdasan spesifik yang dimiliki oleh siswa. Semakin dekat hubungan antara guru dengan siswa, maka akan semakin mudah bagi para guru untuk mengenali karakteristik dan tingkat kecerdasan siswa.
• Kemampuan mengajar dan memanfaatkan waktu mengajar secara proporsional.
Setelah mengetahui kecerdasan setiap individu siswa, maka langkah – langkah berikutnya adalah merancang kegiatan pembelajaran. Armstrong (2004) mengemukakan proporsi waktu yang dapat digunakan oleh guru dalam mengimplementasikan teori kecerdasan ganda yaitu :
 30 % pembelajaran langsung
Ø
 30 % belajar kooperatifØ
 30% belajar independentØ
            Implementasi teori kecerdasan ganda membawa implikasi bahwa guru bukan lagi berperan sebagai sumber (resources), tapi harus lebih berperan sebagai manajer kegiatan pembelajaran. Dalam menerapkan teori kecerdasan ganda, sistem sekolah perlu menyediakan guru-guru yang kompeten dan mampu membawa anak mengembangkan potensi-potensi kecerdasan yang mereka miliki. Guru musik misalnya, selain mampu memainkan instrumen musik, ia juga harus mampu mengajarkannya sehimgga dapat menjadi panutan yang baik bagi siswa yang memiliki kecerdasan musikal. Sekolah yang menerapkan teori kecerdasan ganda juga perlu menyediakan fasilitas pendukung selain guru yang berkualitas. Fasilitas tersebut dapat digunakan oleh guru dan siswa dalam meningkatkan kecerdasan-kecerdasan yang spesifik.
Fasilitas dapat berbentuk media pembelajaran dan peralatan serta perlengkapan pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kecerdasan ganda. Contoh fasilitas pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kecerdasan ganda antara lain : peralatan musik, peralatan olah raga dan media pembelajaran yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan spesifik.
             Sistem penilaian yang diperlukan oleh sekolah yang menerapkan teori kecerdasan ganda berbeda dengan sistem penilaian yang digunkan pada sekolah konvensional. Sekolah yang menerapkan teori kecerdasan ganda pada dasarnya berasumsi bahwa semua individu itu cerdas. Penilaian yang digunakan tidak berorientasi pada input dari proses pembelajaran tapi lebih berorientasi pada proses dan kemajuan (progress) yang diperlihatkan oleh siswa dalam mempelajari suatu keterampilan yang spesifik. Metode penilaian yang cocok dengan sistem seperti ini adalah metode penilaian portofolio. Sistem penilaian portofolio menekankan pada perkembangan bertahap yang harus dilalui oleh siswa dalam mempelajari sebuah keterampilan atau pengetahuan.
5. Kecerdasan Ganda dalam pembelajaran
Teori kecerdasan majemuk ini menjelaskan fungsi kognitif yang menyatakan bahwa seseorang memiliki kapasitas dalam kesepuluh kecerdasan tersebut dan berjalan secara bersamaan dengan cara yang berbeda pada setiap orang. Orang pada umumnya mengembangkan setiap kecerdasan sampai pada tingkat penguasaan tertentu. Kecerdasan umumnya bekerja bersamaan dengan cara yang kompleks, karena kecerdasan selalu berinteraksi satu sama lain. Kecerdasan majemuk menekankan keanekaragaman cara orang menunjukkan bakat baik dalam satu kecerdasan tertentu maupun antarkecerdasan.
Setiap individu memiliki kesepuluh kecerdasan dan dapat dikembangkan sampai pada tingkat kompetensi yang paling optimal. Di sisi lain, masing-masing anak memiliki kecenderungan terhadap kecerdasan tertentu atau kelebihan yang ditunjukkan melalui perilaku spesifik. Dalam pembelajaran harus dihindari pembatasan kemampuan hanya dalam satu kategori atau wilayah kecerdasan tertentu saja. Tetapi lebih penting bagaimana anak di perlakukan sebagai orang yang sedang melakukan perjalanan hidupnya dengan cara yang memungkinkan mengoptimalkan apa yang ada dalam dirinya.
Dalam proses pembelajaran di sekolah, pengembangan kecerdasan dapat dilakukan dengan teknik “tutor sebaya”, dengan cara guru menyeleksi anak yang memiliki keunggulan dalam bidang tertentu. Anak yang memiliki keunggulan di bidang matematika misalnya,  diminta untuk membimbing teman-temannya yang kurang dalam bidang matematika. Demikian juga untuk bidang kecerdasan yang lain.
Menilai potensi dan cara anak dalam mencapai tujuan tertentu merupakan langkah awal dalam mengenal kecerdasan ganda. Tidak sada satu tes pun yang dapat menghasilkan keputusan yang komprehensif mengenai kecerdasan dan potensi pembelajar. Tidak selamanya tes formal mampu memberikan informasi yang cukup mengenai kecerdasan seseorang, namun perlu dilengkapi dengan berbagai alat uji lain seperti catatan sederhana, laporan pertumbuhan fisik, dan observasi. Indikator pengamatan yang baik dapat menunjukkan kecenderungan terhadap aspek kecerdasan seseorang, terutama cara menggunakan waktu luang, minat terhadap suatu objek, kebiasaan dan tindakan yang menonjol. Secara sederhana observasi membantu dalam menggali kecenderungan kemampuan seseorang dan menentukan wilayah lain yang perlu dioptimalkan. Menyatukan seluruh kecerdasan yang dimiliki menjadi prinsip yang dipegang oleh pendidik dan orang tua.
E. Implikasi Perkembangan Kreatifitas
           Secara umum kreativitas dapat diartikan sebagai kemampuan berpikir dan bersikap tentang sesuatu dengan cara yang baru dan tidak biasa guna menghasilkan penyelesaian yang unik terhadap berbagai persoalan. Menurut pendapat Galdner (Depdikbud, 1999:88), kreativitas merupakan suatu aktivitas otak yang terorganisasikan, komprehensif, dan imajinatif tinggi untuk menghasilkan sesuatu yang orisinil. Oleh karena itu, kreativitas lebih dikatakan sebagai suatu yang lebih inovatif daripada reproduktif. Desmita dalam bukunya Psikologi Perkembangan (2008:176) memaparkan tentang perhatian para psikolog dan kalangan dunia pendidikan terhadap kreativitas sebagai salah satu aspek dari fungsi kognitif yang berperan dalam prestasi anak di sekolah, yang bermula dari pidato Guilford tahun 1950. Guilford dalam pidatonya menegaskan bahwa kreativitas perlu dikembangkan melalui jalur pendidikan guna mengembangkan potensi peserta didik secara utuh dan bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan seni.
            Menyadari posisi strategis kreativitas dalam kehidupan peserta didik, perlu dikemukakan berbagai upaya yang dapat mendukung pengembangan kreativitas terhadap pendidikan. Namun dalam kenyataannya, kreativitas bukanlah sesuatu yang diajarkan kepada peserta didik, melainkan hanya memungkinkan untuk dapat dimunculkan. Oleh sebab itu, Treffinger (Depdikbud, 1999:105) mengemukakan sejumlah pengalaman belajar yang dapat dikembangkan oleh pendidik agar mampu mendorong kreativitas peserta didik, khususnya dalam proses pembelajaran. Hal tersebut antara lain guru diharapkan dapat menyajikan materi pembelajaran, menyiapkan berbagai media, menggunakan pendekatan pembelajaran yang memungkinkan posisi peserta didik sebagai subjek daripada objek pembelajaran, serta mengadakan evaluasi yang tepat sehingga mampu mendukung pengembangan kreativitas peserta didik.

F. Kecerdasan Ganda dalm Hubungan dengan  Teman Sebaya
A. latar belakang dari hubungan dengan teman sebaya:
1)   Adanya perkembangan proses sosialisasi. Pada usia remaja (usia anak SMP dan SMA), individu mengalami proses sosialisasi, di mana mereka itu sedang belajar memperoleh kemantapan sosial dalam mempersiapkan diri untuk menjadi orang dewasa yang baru. Sehingga individu mencari kelompok yang sesuai dengan keinginannya, di mana individu bisa saling berinteraksi satu sama lain dan merasa diterima dalam kelompok.
2)   Kebutuhan untuk menerima penghargaan. Secara psikologis, individu butuh penghargaan dari orang lain, agar mendapat kepuasan dari apa yang telah dicapainya. Oleh karena itu individu bergabung dengan teman sebayanya yang mempunyai kebutuhan psikologis yang sama yaitu ingin dihargai. Sehingga individu merasakan kebersamaan/kekompakan dalam kelompok teman sebayanya.
3)   Perlu perhatian dari orang lain. Individu perlu perhatian dari orang lain terutama yang merasa senasib dengan dirinya. Hal ini dapat ditemukan dalam kelompok sebayanya, di mana individu merasa sama satu dengan yang lainnya, mereka tidak merasakan adanya perbedaan status, seperti jika mereka bergabung dengan dunia orang dewasa.
4)   Ingin menemukan dunianya. Di dalam peer group individu dapat menemukan dunianya, di mana berbeda dengan dunia orang dewasa. Mereka mempunyai persamaan pembicaraan di segala bidang. Misalnya: pembicaraan tentang hobi dan hal-hal yang menarik lainnya.
B. Hakikat teman sebaya / peer group
Peer group bagaimanapun juga terbentuk mulai dari kelompok informal ke organisasi. Semula individu yang bukan anggota kelompok sekarang menjadi anggota kelompok teman sebayanya. Anak-anak sebaya akan berinteraksi dengan anggota teman sebayanya, sehingga ia bertumbuh di dalamnya.
Peer group mempunyai aturan-aturan tersendiri baik ke dalam maupun ke luar. Hal ini juga dimiliki oleh organisasi sosial lainnya dan merupakan harapan bagi anggota kelompoknya. Aturan-aturan itu, misalnya bagaimana menolong teman sekelompoknya atau bagaimana memanggil teman bila bertemu di jalan. Peer group menyatakan tradisi-tradisi mereka, kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, bahkan bahasa mereka. Karena dalam peer group mempunyai aturan-aturan tersendiri maka mereka juga ingin menunjukkan ciri khas kelompoknya dengan tradisi atau kebiasaan mereka. Dalam kelompok itu ada standar tertentu dalam berpakaian, berbicara antar anggota kelompok dan dalam bertingkah laku.
Situasi daripada harapan peer group, sepenuhnya disetujui oleh harapan-harapan orang dewasa. Pembentukan kelompok sebaya seperti kelompok bermain di sekitar anak secara tidak langsung disetujui oleh orang tua, karena orang tua mudah mengawasinya. Atau kelompok teman di sekolahnya disetujui oleh guru, karena memenuhi harapan guru agar anak berkembang hubungan sosialnya. Pada kenyataannya peer group diketahui dan diterima oleh sebagian besar orang tua dan guru. Kepentingan dalam hubungan sosial individu sering tidak dikenal oleh anak. Sebagai perbandingan dengan lembaga sosial lainnya seperti keluarga atau sekolah, maka peer group anak belajar tentang hubungan sosialnya dari yang sempit sampai hubungan sosialnya yang semakin luas, dari teman sebaya di rumah sampai teman sekolahnya dan hal ini dapat
C. Fungsi teman sebaya
Fungsi-fungsi tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Mengajarkan kebudayaan. Dalam peer group ini diajarkan kebudayaan yang berada di tempat itu. Misalnya: orang luar negeri masuk ke Indonesia, maka teman sebayanya di Indonesia mengajarkan kebudayaan Indonesia.
  2. Mengajarkan mobilitas sosial. Mobillitas sosial adalah perubahan status yang lain. Misalnya ada kelas menengah dan kelas rendah (tingkat sosial). Dengan adanya kelas rendah pindah ke kelas menengah dinamakan mobilitas sosial. Dalam hal ini Neugarten mengadakan penyelidikan pada kelas V dan VI, mendapatkan data bahwa apabila mereka ditanya siapa teman mereka yang paling baik, kebanyakan mereka menunjuk anak yang berasal di atas sosial mereka, baru kemudian anak dari kelas mereka sendiri.
  3. Membantu peranan sosial yang baru. Peer group memberi kesempatan bagi anggotanya untuk mengisi peranan sosial yang baru. Misalnya: anak yang belajar bagaimana menjadi pemimpin yang baik, dan sebagainya.
  4. Peer group sebagai sumber informasi bagi orang tua dan guru bahkan untuk masayarakat. Kelompok teman sebaya di sekolah bisa sebagai sumber informasi bagi guru dan orang tua tentang hubungan sosial individu dan seorang yang berprestasi baik dapat dibandingkan dalam kelompoknya. Peer group di masyarakat sebagai sumber informasi, kalau salah satu anggotanya berhasil, maka di mata masyarakat peer group itu berhasil. Atau sebaliknya, bila suatu kelompok sebaya itu sukses maka anggota-anggotanya juga baik.
  5. Dalam peer group, individu dapat mencapai ketergantungan satu sama lain. Karena dalam peer group ini mereka dapat merasakan kebersamaan dalam kelompok, mereka saling tergantung satu sama lainnya.
  6. Peer group mengajar moral orang dewasa. Anggota peer group bersikap dan bertingkah laku seperti orang dewasa, untuk mempersiapkan diri menjadi orang dewasa mereka memperoleh kemantapan sosial. Tingkah laku mereka seperti orang dewasa, tapi mereka tidak mau disebut dewasa. Mereka ingin melakukan segala sesuatu sendiri tanpa bantuan orang dewasa, mereka ingin menunjukkan bahwa mereka juga bisa berbuat seperti orang dewasa.
  7. Di dalam peer group, individu dapat mencapai kebebasan sendiri. Kebebasan di sini diartikan sebagai kebebasan untuk berpendapat, bertindak atau untuk menemukan identitas diri. Karena dalam kelompok itu, anggota-anggota yang lain juga mempunyai tujuan dan keinginan yang sama. Berbeda dengan kalau anak bergabung dengan orang dewasa, maka anak akan sulit untuk mengutarakan pendapat atau untuk bertindak, karena status orang dewasa selalu berada di atas dunia anak sebaya.
  8. Di dalam peer group, anak-anak mempunyai organisasi sosial yang baru. Anak belajar tentang tingkah laku yang baru, yang tidak terdapat dalam keluarga. Dalam keluarga yang strukturnya lebih sempit, anak belajar bagaimana menjadi anak dan saudara. Sekarang dalam peer group mereka belajar tentang bagaimana menjadi teman, bagaimana mereka berorganisasi, bagaimana berhubungan dengan anggota kelompok yang lain, dan bagaimana menjadi seorang pemimpin dan pengikut. Peer group menyediakan peranan yang cocok bagi anggotanya untuk mengisi peranan sosial yang baru.
D. Ciri-ciri teman sebaya
Adapun ciri-ciri daripada peer group adalah sebagai berikut:
  1. Tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas. Peer group terbentuk secara spontan. Di antara anggota kelompok mempunyai kedudukan yang sama, tetapi ada satu di antara anggota kelompok yang dianggap sebagai pemimpin. Di mana semua anggota beranggapan bahwa dia memang pantas dijadikan sebagai pemimpin, biasanya anak yang disegani dalam kelompok itu. Semua anggota merasa sama kedudukan dan fungsinya.
  2. Bersifat sementara. Karena tidak ada struktur organisasi yang jelas, maka kelompok ini kemungkinan tidak bisa bertahan lama, lebih-lebih jika yang menjadi keinginan masing-masing anggota kelompok tidak tercapai, atau karena keadaan yang memisahkan mereka seperti pada teman sebaya di sekolah. Yang terpenting dalam peer group adalah mutu hubungan yang bersifat sementara.
  3. Peer group mengajarkan individu tentang kebudayaan yang luas. Misalnya teman sebaya di sekolah, mereka pada umumnya terdiri dari individu yang berbeda-beda lingkungannya, di mana mempunyai aturan-aturan atau kebiasaan-kebiasaan yang berbeda-beda pula. Lalu mereka memasukkannya dalam peer group, sehingga mereka saling belajar secara tidak langsung tentang kebiasan-kebiasaan itu dan dipilih yang sesuai dengan kelompok kemudian dijadikan kebiasaan-kebiasaan kelompok.
  4. Anggotanya adalah individu yang sebaya. Contoh konkritnya pada anak-anak usia SMP atau SMA, di mana mereka mempunyai keinginan dan tujuan serta kebutuhan yang sama.
E.  Pengaruh perkembangan teman sebaya
Menurut Havinghurst pengaruh perkembangan peer group ini mengakibatkan adanya:
  1. Kelas-kelas sosial. Pembentukan kelompok sebaya berdasarkan tingkat status sosial ekonomi individu, sehingga dapat digolongkan atas kelompok kaya dan kelompok miskin.
  2. ‘In’ dan ‘Out’ group. ‘In’ group adalah teman sebaya dalam kelompok. ‘Out’ group adalah teman sebaya di luar kelompok. Contoh yang mudah mengenai ‘in’ dan ‘Out’ group ini dapat kita rasakan dalam kelas, di mana kita mempunyai teman akrab dan teman tidak akrab (biasa). Teman yang akrab tersebut dinamakan ‘in’ group dan teman yang lainnya kita sebut ‘Out’ group.
Pengaruh lain dalam peer group ini ada yang positif dan ada yang negatif.
Pengaruh positif dari peer group adalah:
  1. Apabila individu di dalam kehidupannya memiliki peer group maka mereka akan lebih siap menghadapi kehidupan yang akan datang.
  2. Individu dapat mengembangkan rasa solidaritas antar kawan.
  3. Bila individu masuk dalam peer group, maka setiap anggota akan dapat membentuk masyarakat yang akan direncanakan sesuai dengan kebudayaan yang mereka anggap baik (menyeleksi kebudayaan dari beberapa temannya).
  4. Setiap anggota dapat berlatih memperoleh pengetahuan, kecakapan dan melatih bakatnya.
  5. Mendorong individu untuk bersikap mandiri.
  6. Menyalurkan perasaan dan pendapat demi kemajuan kelompok.
Pengaruh negatif dari peer group adalah;
  1. Sulit menerima seseorang yang tidak mempunyai kesamaan.
  2. Tertutup bagi individu lain yang tidak termasuk anggota.
  3. Menimbulkan rasa iri pada anggota satu dengan anggota yang lain yang tidak memiliki kesamaan dengan dirinya.
  4. Timbulnya persaingan antar anggota kelompok.
  5. Timbulnya pertentangan/gap-gap antar kelompok sebaya, misalnya: antara kelompok kaya dengan kelompok miskin.
Berikut ini akan diuraikan beberapa aspek perkembangan hubungan peserta didik dengan teman sebayanya.
a.       Karakteristik hubungan anak usia sekolah dengan teman sebayanya.
Seperti halnya dengan masa awal anak-anak, berinteraksi dengan teman sebaya merupakan aktivitas yang banyak menyita waktu anak selama masa pertengahan dan akhir anak-anak. Barker dan Wright dalam Desmita (2009:224) mencatat bahwa: anak-anak usia 2 tahun menghabiskan 10 % dari waktu siangnya untuk berinteraksi dengan teman sebaya. Pada usia 4 tahun, waktu yang dihabiskan untuk berinteraksi dengan teman sebaya meningkat menjadi 20 %. Sedangkan anak usia 7 hingga 11 tahun meluangkan lebih dari 40 % waktunya untuk berinteraksi dengan teman sebaya.
b.      Pembentukan kelompok
Interaksi teman sebaya dari kebanyakan anak usia sekolah ini terjadi dalam grup atau kelompok, sehingga periode ini sering disebut “usia kelompok”. Pada masa itu, anak tidak lagi puas bermain sendirian di rumah, atau melakukan kegiatan-kegiatan dengan anggota keluarga. Hal ini adalah karena anak memiliki keinginan yang kuat untuk diterima sebagai anggota kelompok, serta merasa tidak puas bila tidak bersama teman-temanya.
Dalam menentukan sebuah kelompok teman, anak usia sekolah dasar lebih menekankan pentingnya aktivitas bersama-sama, seperti berbicara, berkeluyuran, berjalan ke sekolah, berbicara melalui telepon, mendengarkan musik, bermain game, dan melucu. Tinggal di lingkungan yang sama , bersekolah di sekolah yang sama, dan berpartisipasi dalam organisasi masyarakat yang sama, merupakan dasar bagi kemungkinan terbentuknya kelompok teman sebaya.
Krasnor dalam Desmita (2009:225) mencatat bahwa:
Adanya perubahan sifat dari kelompok teman sebaya pada anak usia sekolah. Ketika anak berusia 6 hingga 7 tahun, kelompok teman sebaya tidak lebih dari pada kelompok bermain; mereka memiliki sedikit peraturan dan tidak terstruktur untuk menjelaskan peran dan kemudahan berinteraksi di antara anggota-anggotanya. Kelompok terbentuk secara spontan. Ketika anak berusia 9 tahun, kelompok-kelompok menjadi lebih formal. Sekarang anak-anak berkumpul menurut minat yang sama dan merencanakan perlombaan-perlombaan. Mereka membentuk klub atau perkumpulan dengan aturan-aturan tertentu. Kelompok-kelompok ini mempunyai keanggotaan inti; masing-masing anggota harus berpartisipasi dalam aktivitas kelompok, dan yang bukan anggota dikeluarkan.
c.    Popularitas, Penerimaan Sosial, dan Penolakan
Pada anak usia sekolah dasar mulai terlihat adanya usaha untuk mengembangkan suatu penilaian terhadap orang lain dengan berbagai cara. Hal ini terlihat pada anak-anak kelas dua atau kelas tiga yang telah memiliki stereotip budaya tentang tubuh. Misalnya saja dalam hal ini mereka menilai bahwa anak laki-laki yang tegap (berotot) lebih disenangi dari pada anak laki-laki yang gemuk atau kurus. Kemudian, pemilihan teman dari anak-anak ini terus meningkat dengan lebih mendasarkan pada kualitas pribadi, seperti kejujuran, kebaikan hati, humor, dan kreativitas.  
Para ahli psikologi perkembangan telah lama mempelajari pembentukan kelompok teman sebaya dan status dalam kelompok untuk mengetahui anak-anak yang cenderung menjadi populer. Para peneliti juga telah melakukan penelitian untuk menentukan mana anak-anak yang sering sendiri dan mana anak yang disenangi oleh anak-anak lain. Dalam penelitian ini, mereka telah menggunakan suatu teknik yang disebut sosiometri (Hallinan, 1981), yaitu suatu teknik penelitian yang digunakan untuk menentukan status dan penerimaan sosial anak di antara teman sebayanya. Dalam hal ini, mereka secara khas menanyakan kepada anak-anak yang tergabung dalam suatu organisasi (misalnya dalam ruang kelas), tentang mana anak-anak yang pantas dikelompokkan sebagai “teman baik”, yang “paling disukai oleh anak-anak lain”, atau yang “kurang disukai”. Atas dasar jawaban-jawaban dari anak-anak tersebut, para peneliti menyusun sebuah sosiogram, yaitu suatu diagram yang menggambarkan interaksi anggota suatu kelompok, atau bagaimana perasaan masing-masing anak dalam suatu kelompok terhadap anak-anak lain. Sosiogram ini menentukan mana anak-anak yang diterima oleh anak-anak lain, mana yang diterima sedikit teman sekelas, dan mana anak yang tidak diterima oleh seorang pun. Berdasarkan informasi ini, kemudian peneliti membedakan anak-anak atas dua, yaitu anak yang populer dan anak yang tidak popular.
v  Anak yang Populer
Popularitas seorang anak ditentukan oleh berbagai kualitas pribadi yang dimilikinya. Hartup, 1983 (dalam Desmita, 2009) mencatat bahwa anak yang populer adalah anak yang ramah, suka bergaul, bersahabat, sangat peka secara sosial, dan sangat mudah bekerjasama dengan orang lain.  Asher et al., 1982 (dalam Desmita, 2009), juga mencatat bahwa anak-anak yang populer adalah anak-anak yang dapat menjalin interaksi sosial dengan mudah, memahami situasi sosial, memiliki keterampilan yang tinggi dalam hubungan antar pribadi dan cenderung bertindak dengan cara-cara yang kooperatif, prososial, serta selaras dengan norma-norma kelompok. Popularitas juga dihubungkan dengan IQ dan prestasi akademik. Anak-anak lebih menyukai anak yang memiliki prestasi sedang, mereka sering menjauh dari anak yang sangat cerdas dan yang sangat rajin di sekolah, demikian juga halnya dengan mereka yang pemalas secara akademis (Zigler & Stevenson, 1993).
v  Anak yang tidak Populer
      Anak yang tidak populer dibedakan atas dua tipe, yaitu: anak-anak yang ditolak dan anak-anak yang diabaikan. Anak-anak yang diabaikan adalah anak yang menerima sedikit perhatian dari teman-teman sebaya mereka, tapi bukan berarti mereka tidak disenangi oleh teman-teman sebayanya. Anak-anak yang ditolak adalah anak yang tidak disukai oleh teman-teman sebaya mereka. Mereka cenderung bersifat mengganggu, egois, dan mempunyai sedikit sifat-sifat positif.
      Anak-anak yang ditolak kemungkinan untuk memperlihatkan perilaku agresif, hiperaktif, kurang perhatian atau ketidak dewasaan, sehingga sering bermasalah dalam perilaku dan akademis di sekolah (Putallaz & Waserman, 1990). Akan tetapi tidak semua anak-anak yang ditolak bersifat agresif.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
             Belajar tidak saja mengangkat hal-hal yang bersifat kognitif saja dan mencakup kemampuan satu aspek kecerdasan, tetapi menghidupkan secara utuh dan alamiah seluruh kecerdasan melalui pendekatan yang sesuai. Mendidik dan melatih merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan orang tua atau fasilitator dalam merangsang seluruh kecerdasan dan memperbaiki aspek-aspek yang masih lemah. Oleh karena itu, kemampuan mendidik sangat erat kaitannya dengan kemampuan mengidentifikasi dan melihat potensi kecerdasan pebelajar serta memahami bagaimana hal itu dikumpulkan dalam suatu rangkaian belajar yang menarik.
Pengalaman-pengalaman menyenangkan ketika belajar akan menjadi aktivator bagi perkembangan kecerdasan pada tahap perkembangan berikutnya. Sedangkan pengalaman yang menakutkan, memalukan, menyebabkan marah, dan pengalaman emosi negatif lainnya akan menghambat perkembangan kecerdasan pada tahap perkembangan berikutnya.
Perkembangan kecerdasan dapat dilakukan dengan teknik konseling tutor sebaya. Dengan cara, guru menyeleksi siswa yang memiliki keunggulan dalam bidang tertentu. Anak yang memiliki keunggulan di bidang matematika misalnya, diminta membimbing teman-temannya yang kurang matematika. Pembimbing di dalam kelompok dapat bergantian tergantung pada kecerdasan apa yang akan dikembangkan.

B. Saran
Dari makalah yang penulis sampaikan adapun saran penulis adalah setelah membaca makalah ini diharapkan agar setiap orang mau belajar untuk mengasah kecerdasan yang dimilikinya sehingga jika setiap orang mampu menggunakan inteligensi / kecerdasannya yang paling kuat maka mereka akan menemukan bahwa belajar itu mudah dan menyenangkan.
DAFTAR PUSTAKA

v  Asri Budiningsih. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : PT. Rineka Citra.